Mengikuti dinamika paska
tahun 2000-an kini dan memperlihatkan kebutuhan baru untuk kembali pada pola
pertanian yang alami, dimana semuanya itu tidak tergantung pada bahan-bahan
zat-kimiawi dan sejenisnya. Hal ini sejalan dengan perkembangan pemahaman masyarakat
mengenai bahaya penggunaan bahan-bahan kimiawi dalam kandungan bahan pangan
mereka. Selain itu, gerakan perubahan untuk mendorong pola-pola pertanian yang
lebih memperhatikan kelestarian lingkungan hidup menjadi salah satu daya dorong
bermunculan dan berkembangnya usahatani organik, mulai dari beras sebagai
sumber pangan utama di banyak tempat di Indonesia, hingga holtikultura maupun
produk-produk pertanian lainnya, tegas Nur Hady dalam pembukaan seminar di
hotel Sofyan tebet dengan tema: “DARI PETANI LOKAL KE PASAR GLOBAL MODEL
USAHATANI BERAS ORGANIK DI TASIKMALAYA DAN BOYOLALI” (Jakarta 10/13/2015).
Pertanian organik adalah
sistem produksi pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari
atau membatasi penggunaan bahan kimia sintetis (pupuk kimia/pabrik, pestisida,
herbisida, zat pengatur tumbuh dan zat aditif lainnya) dengan tujuan untuk
menyediakan produk-produk pertanian (terutama bahan pangan) yang aman bagi
kesehatan produsen dan lingkungan serta menjaga keseimbangan lingkungan.
Perkembangan pertanian organik juga didukung oleh pemerintah, diantaranya
dengan mencanangkan Indonesia Go Organik sejak tahun 2001. Produksi beras
organik sebagai salah satu produk pertanian organik, mengalami perkembangan
yang cukup pesat.
Perkembangan kondisi
masyarakat menjadi salah satu faktor utama meningkatnya permintaan pada hasil
pertanian organik, khususnya beras organik. Segmen pasar dari produk pertanian
organik, termasuk beras organik yang utama berasal dari kalangan kelas menengah
dan pasar luar negeri. Terbentuknya segmentasi ini juga berasal dari
meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat pada kesehatan, yang mengalami
pergeseran dari pengobatan penyakit pada bentuk pencegahan penyakit, yang salah
satunya dilakukan melalui konsumsi bahan pangan organik. Dikarenakan produksi
produk pertanian organik yang membutuhkan kekhususan menyebabkan harga produk
pertanian organik, termasuk beras organik masih tinggi dan hanya terjangkau
oleh kalangan kelas menengah.
Pengetahuan dan kesadaran
tentang kesehatan dan upaya menghindari konsumsi bahan pangan yang
terkontaminasi bahan kimiawi, menjadikan produk beras organik wajib memiliki
sertifikasi khusus yang membuktikan hal tersebut. Dari aspek fisik produk
akhir, sulit membedakan produk pertanian organik dengan yang bukan organik,
karena itu diperlukan sebuah mekanisme sertifikasi yang dapat menjamin konsumen
akhir bahwa produk yang mereka konsumsi adalah benar dikelola dan dihasilkan
dari praktek budidaya pertanian organik. Indonesia sendiri sudah memiliki
mekanisme sertifikasi yang dilandasi oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 380
Tahun 2005 dan No. 297 Tahun 2007 tentang Otoritas Kompeten Pangan Organik.
Dari Otoritas Kompeten
Pangan Organik ini dibentuk lembaga-lembaga sertifikasi organik, yang saat ini
jumlahnya mencapai 7 (tujuh) Lembaga Sertifikasi Pangan Organik atau LSPO
(Komite Akreditasi Nasional, 2015).
Usahatani beras organik wajib memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk membuktikan bahwa lahan pertanian yang digunakan tidak atau belum tercemar zat atau bahan kimia, akses pada sumber air yang baik dan juga tidak tercemar. Saat ini memang perkembangan usahatani beras organik masih tersifat tersebar dalam kelompok-kelompok petani di daerah yang memenuhi persyaratan.
Usahatani beras organik wajib memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk membuktikan bahwa lahan pertanian yang digunakan tidak atau belum tercemar zat atau bahan kimia, akses pada sumber air yang baik dan juga tidak tercemar. Saat ini memang perkembangan usahatani beras organik masih tersifat tersebar dalam kelompok-kelompok petani di daerah yang memenuhi persyaratan.
Pertanian organik di
Indonesia sebagaimana terekam dalam beberapa hasil penelitian dan dari media
massa adalah di Provinsi Sumatera Barat yang telah berjalan sejak 1997/1998,
kemudian di Jember Jawa Timur sejak tahun 2001, Kabupaten Sleman Yogyakarta
sejak 2009, dan juga di wilayah Kabupaten Boyolali Jawa Tengah dan Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat (lihat Widodo, YB, dkk, 2012). Berdasarkan latar
belakang tersebut, Aliansi Petani Indonesia (API) bersama dengan para peneliti
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI) mencoba memotret gambaran
model-model usahatani, khususnya beras organik di beberapa daerah yang dianggap
telah berhasil mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mendorong usahatani
beras organik. Dari sini kemudian API bersama LIPI melakukan studi mendalam di
dua wilayah usahatani berbasis padi organik seperti pada Gapoktan Simpatik di
Tasikmalaya, Jawa Barat dan Aliansi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI) di
Boyolali, Jawa Tengah dapat menjadi contoh dan “peta jalan” bagi penguatan
usaha tani padi Indonesia di masa depan.
Secara organisasi,
usahatani SIMPATIK maupun APPOLI telah melakukan pengorganisasian produksi
melalui konsolidasi lahan produktif dengan menerapkan kontrol internal baik
pada level produksi maupun penanganan paska panen dan pemasaran. Metode
penanaman, pemilihan benih hingga pemupukan, irigasi hingga paska panen
dikelola secara sistematis dan terukur. Pada komoditi beras, kedua organisasi
usaha tani tersebut juga menerapkan kontrol yang ketat melalui penggunaan
ternologi penggilingan sendiri, hingga didapatkan hasil sesuai standard
kualitas yang diinginkan, serta didukung dengan berbagai sertifikasi baik
nasional maupun internasional, untuk memudahkan produk beras oragnik tersebut
meluncur ke pasar dengan harga yang baik.
Saat ini kedua organisasi
usaha tani tersebut telah mampu menembus pasar internasional, baik asia seperti
Malaysia, Singapore, Brunei serta Negara-negara Eropa seperti Belgia, Belanda
dan Jerman.
Dari gambaran model-model usaha tani ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
Petani, Kelompok Petani, Koperasi Petani, pemerintah daerah dan pemerintah
ataupun masyarakat lainnya untuk memahami usahatani beras organik.
Mendapatkan masukan dari berbagai pihak atas temuan lapang selama proses penelitian “Dari Petani Lokal Ke Pasar Global Model Usahatani Beras Organik Di Tasikmalaya Dan Boyolali”, sehingga dapat melengkapi gambaran usahatani beras organik mulai dari proses persiapan kelompok petani, proses penataan lahan, proses tata produksi, dan penanganan paska panen yang efektif sehingga mengurangi kerugian dan meningkatkan keuntungan bagi petani.
0 komentar:
Posting Komentar