Senin, 02 November 2015


Bersikap jujur, berani mengambil risiko ditunjang pula dengan kreatifitas di pertanian, Udin Mac sukses di usaha pertanian dan penggilingan padi.
Udin Mac pada awalnya tidaklah ahli di bidang pertanian. Ia hanya tamatan STM jurusan bangunan, namun keinginannya pandai bercocok tanam begitu tinggi sehingga keahliannya dalam membuat meubel ditinggalkannya. Ia lebih memilih bercocok tanam.
"Awalnya saya pengrajin kayu, membuat kursi, bangku, meja dan lemari dari kayu dengan modal Rp300 ribu dan sempat mempekerjakan sebanyak 16 tukang, juga pernah kerja di proyek membuat jembatan, namun keinginan tetap bertani," kata Udin menceritakan tentang pengalaman bekerja sejak masih muda.
Meninggalkan perkerjaan sebagai pengrajin kayu, Udin mencoba bercocok tanam cabe diatas lahan ¾ hektare miliknya sendiri di Desa Pasar Awi, Kampung Cibogo. Enam bulan lamanya ia menanam cabe hasilnya kurang memuaskan, hampir seluruh cabe yang siap panen musnah karena diterpa banjir, sehingga modal yang dimiliki habis.
Udin mencoba kembali berkecimpung di kayu, tetapi lagi-lagi usaha itu kurang disukainya, dan saat ia menganggur selama dua bulan, tersirat dalam benaknya menjadi penjual dan pembeli gabah dan beras pada Tahun 2004.
Usaha jual beli beras cukup menarik bagi Udin, namun bercocok tanam tetap digeluti bahkan ragamnya ditambah tidak hanya cabe, tetapi juga tanam timun dan cesin.
"Saya tetap optimistis bertani akan menghasilkan uang jika dikelola dengan baik, karena selain pengaruh penyakit dan hama, faktor tanah juga berpengaruh, sehingga perlu tahu komposisi campuran bahan yang dibutuhkan untuk tanah bagi sesuatu tanaman," kata Ayah dari empat anak hasil buah perkawinannya dengan  Nurhasanah ini.
Udin Mac walaupun pendidikannya bukan di pertanian, tetapi dengan seringnya ia membaca Majalah Trubus, dan tidak kenal lelahnya melakukan kreatifitas percobaan-percobaan terhadap struktur tanah, maka iapun mampu menghasilkan cabe atau sayuran berkualitas.
"Sebenarnya tidak ada tanah yang jelek, walaupun tanah itu berwarna merah, tetapi kalau kita tahu bahwa tanah itu masih kekurangan pupuk kandang atau  kurang unsur-unsur lainnya, kemudian dicampur dengan unsur-unsur yang dimaksud maka tanaman dapat tumbuh ditanah tersebut," kata anak dari pasangan H Muhamin Ace (alm) dan Hj Icih ini mengisahkan kenapa ia mampu memelihara cabe atau tomat.
Setelah berhasil di pertanian dan jual beli gabah atau beras, Udin berhasrat memiliki tempat penggilingan padi  agar gabah yang dibeli dari petani dapat diolah sendiri menjadi beras.
Dari keuntungan yang diperoleh dari panen cabe dan jual beli gabah, digunakan Udin untuk membangun tempat penggilingan padi  pada Tahun 2009.
Menambah biaya operasional ia memberanikan diri meminjam ke BRI Syariah sebesar Rp50 juta, tetapi hanya digolkan Rp25 juta, yang kemudian hanya bisa digunakan untuk beli gabah.
Cicilan lunas selama satu tahun, Udin  meminjam lagi Rp70 juta, dan BRI Syariah mengabulkannya karena Udin mematuhi perjanjian.  Uang sebesar itu kemudian digunakan untuk membangun tempat penggilingan  padi, sisanya digunakan untuk menanam cabe atau sayuran lainnya.
Dengan luas 1.300 meter persegi, tempat penggilang padi dilengkapi dengan tiga unit tractor dan satu unit pompa, dan mempekerjakan 12 orang yang semuanya pekerja harian yang diupah sesuai dengan jerih payahnya, Udin tidak hanya mengolah gabah petani menjadi beras, tapi juga membelinya untuk kemudian dijual ke Jakarta dan Serang.
Udin pandai memanfaatkan 12 orang pekerjanya. Jika penggilingan padi tidak berjalan karena paceklik, maka  dialihkan untuk membantu usaha tanaman, sehingga tidak ada satu karyawannya yang menganggur.
Udin memiliki sekitar 80 petani binaan. Seluruh petani tersebut diberinya  benih padi secara gratis, dan ia juga menyediakan pupuk  yang bisa dibayar setelah panen.  Udin juga bersedia menampung hasil panen berupa gabah dari 80 petani tersebut.
"Jadi petani di sini tidak kesulitan menjual gabahnya, karena berapapun jumlahnya saya siap membelinya, dan kemudian saya menjual ke pasar setelah menjadi beras," kata Udin dari hasil usahanya tersebut mampu membeli satu unit mobil Xenia dan satu unit mobil vios serta satu unit mobil bak terbuka untuk kegiatan usaha.
Walaupun sudah makmur, Udin yang suka membaca majalah Trubus ini masih bercita-cita ingin mengembangkan usahanya, bahkan berobsesi ingin membuat "Desa Cabe", di tempat ia berusaha.
"Saya ingin membantu masyarakat di sini yang mempunyai tanah tapi tidak bisa mengolahnya, termasuk juga warga yang masih menganggur untuk diajak bertani dengan ramai-ramai menanam cabe," kata Udin Mac.


Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar